Posted on 2019-03-22 16:31:00



Koperasi Syariah : Peluang dan Tantangan

 

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 pasal 3, tujuan pendirian koperasi di Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa jumlah koperasi di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 150.223 unit. Kontribusi koperasi terhadap PDB Nasional juga tidak bisa dianggap remeh. Pada tahun 2014, koperasi menyumbang kontribusi terhadap PDB Nasional sebesar 1,71 %. Dan meningkat pada 2016 menjadi 3,99 %.

Dalam Islam, koperasi tergolong sebagai syirkah/syarikah, yang berarti segala kegiatan usaha haruslah diperuntukkan untuk kepentingan bersama dan terkontrol dengan baik. Lembaga seperti inilah yang sangat dipuji Allah sebagaimana firman Allah dalam Alquran yang artinya, “Dan bekerjasamalah dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah saling bekerjasama dalam dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2)

Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup berdasarkan aturan-aturan Islam mendorong masyarakat untuk menerapkan Islam termasuk dalam kegiatan ekonomi. Sebenarnya, geliat gerakan ekonomi Islam telah ada sejak tahun 1905 dengan berdirinya Syarikat Dagang Islam (SDI). Namun sayang, karena berbagai faktor gerakan ini mengalami kevakuman yang cukup lama.

Pada tahun 1984,  berdiri Baituttamwil Teknosa di Bandung. Kemudian disusul dengan berdirinya Baituttamwil Ridho Gusti di Jakarta. Namun, gerakan ini tidak dapat bertahan lama sampai akhirnya tidak lagi terdengar gaungnya.

Kemunculan Baitul Maal Tamwil (BMT) Bina Insan Kamil pada tahun 1992 di Jakarta menjadi pemicu untuk kembali memulai gerakan ekonomi syariah khususnya koperasi syariah. Kesuksesan BMT Bina Insan Kamil memberikan semangat baru bagi perekonomian, khususnya bagi para pengusaha mikro. Sejak saat itu, wacana mengenai koperasi syariah mulai mendapatkan perhatian yang cukup besar di masyarakat.

Bak gayung bersambut, Pemerintah pun mulai membuat aturan tentang koperasi syariah. Melalui Keputusan Menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS)  adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha pembiayaan, investasi dan simpanan dengan pola bagi hasil (syariah) sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan.

Tidak hanya sampai disitu. Landasan hukum bagi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) semakin diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Disana dijelaskan bahwa usaha mikro dan usaha kecil dapat bekerjasama dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah. 

Eksistensi koperasi syariah kemudian semakin diperkuat dengan dikeluarkannya landasan hukum berupa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah.

Indonesia yang sebagian besar masyarakat muslim menjadi faktor utama dalam mendorong petumbuhan KJKS. Dan saat ini telah banyak universitas atau perguruan tinggi yang menyediakan program studi ekonomi islam ataupun perbankan islam.

Koperasi syariah lebih mudah berkembang karena konsep koperasi lebih dekat dengan masyarakat menengah ke bawah. Selain itu, sistem koperasi yang berlandaskan asas kekeluargaan dinilai lebih mudah dalam membantu anggotanya. Bagi pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM), koperasi dapat dijadikan mitra pembiayaan modal dengan sistem syariah.

Kendati demikian masih banyak kendala yang dihadapi oleh koperasi syariah. Perlu waktu untuk mengubah minat masyarakat yang sudah lama terbiasa dengan sistem bunga bank agar beralih ke konsep syariah. Faktor keterbatasan pengetahuan masyarakat mengenai mekanisme dan kinerja koperasi syariah juga menjadi kendala dalam perkembangan koperasi syariah. Bahasan –bahasan tentang sistem ekonomi islam dinilai masih ditataran eksekutif belum menyentuh ke akar rumput. Akibatnya, masyarakat masih saja bergulat dengan rentenir dengan sistem ribawinya.

Sebagaimana laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Roadmap Pasar Modal Syariah 2015-2019, indeks literasi keuangan masyarakat mengenai sektor jasa keuangan pada perusahaan pembiayaan seperti KPPS masih sangat rendah, yaitu 72,10 % masyarakat tidak terliterasi sama sekali tentang perusahaan pembiayaan dan 17,89 %  cukup terliterasi. Sedangkan yang kurang terliterasi 0,21 %, sementara masyarakat yang sudah terliterasi dengan baik hanya 9,80 %.

Namun semangat untuk mengembangakan ekonomi syariah tidak boleh padam. Menurut data dari Kementrian Koperasi dan UKM, pada akhir tahun 2016 jumlah koperasi syariah di Indonesia telah mencapai 2.253 unit dengan memberdayakan anggota hingga 1,4 juta orang. Apabila melihat perkembangan UMKM di Indonesia, baru sekitar 19-24 % yang memperolah bantuan pembiayaan usaha dari perbankan. Masih banyak UMKM yang butuh bantuan permodalan. Artinya peluang koperasi syariah masih sangat besar.  Koperasi syariah mempunyai peran yang strategis dalam membantu pertumbuhan UMKM.

Indonesia diprediksi menjadi kiblat keuangan syariah di dunia. Bonus demografi menjadi modal besar bagi Indonesia untuk mengembangkan koperasi syariah. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi koperasi syariah untuk maju dan berkiprah memperkenalkan sistem ekonomi syariah pada masyarakat. Namun Untuk mengambil peran tersebut, koperasi syariah harus menjawab tantangan soal kepercayaan masyarakat, produk kurang inovatif, teknologi informasi yang mahal, dan sumber dana. Tak kalah penting, koperasi syariah  juga harus meningkatkan kemitraan dengan lembaga lain.

Untuk pemerintah, reformasi di koperasi syariah harus benar-benar dilakukan. Reformasi ini meliputi rehabilitasi, reorientasi, dan pengembangan. Langkah awal rehabilitasi dilakukan dengan mendata jumlah koperasi, termasuk KSPPS atau yang sebelumnya dikenal KJKS. Reorientasi koperasi difokuskan pada peningkatan kualitas dibanding kuantitas dan meningkatkan jumlah anggota. Dan di sisi pengembangan, penggunaan teknologi digital dari manual, mengaktifkan transaksi, dan peningkatan kapasitas SDM.

Hadirnya koperasi syariah memberikan warna baru dalam sistem perekonomian di Indonesia. Koperasi syariah sudah seharusnya menjadi solusi bagi masalah ekonomi saat ini. Ekonomi syariah melalui koperasi syariah tidak hanya menjadi sebuah jawaban dari serangkaian krisis yang terjadi di dunia tetapi juga solusi dari tatanan ekonomi dunia baru yang akan membawa kesejahteraan bukan hanya untuk umat islam melainkan untuk seluruh umat. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar dari ajaran islam yang melahirkan prinsip ekonomi islam itu sendiri yaitu Rahmatan Lil ‘Alamin.

 

 


Tentang Penulis

 

 

Nama                    : Siti Fadhillah

Unit                      : Klinik DT

Alamat                  : Kp. Parigilame Ds. Ciwaruga, KBB

No. Hp                  : 0822-4025-8093